Pentingnya Organisasi Petani Lada di Bangka
Dikirim oleh : Pan Budi Marwoto, 19 Juni 2008
Memperkuat justifikasi subtitusi tersebut, seorang narasumber di IPC Jakarta menyatakan bahwa karena tingkat penggunaan dan bentuk yang sama, sudah menjadi trend belakangan ini, terutama di Eropa dan Amerika sebagai konsumen akhir terbesar, untuk melakukan transformasi lada hitam ke lada putih. Kulit lada hitam dikelupas kemudian dijadikan bahan obat-obatan, sedangkan isinya dikeringkan dan dijadikan powder untuk fungsi yang sama dengan lada putih. Trend inilah yang kemudian menyebabkan seringkali terjadinya oversupply dan overstock lada di pasar dunia yang akan mempengaruhi harga lada putih Bangka.
Pasar subtitusi tersebut, ditambah kondisi supply-demand alami, mengharuskan pemerintah untuk tidak hanya mengurus tatalaksana perdagangan lada putih saja tetapi juga melakukan proteksi input-output dan pemberdayaan petani. Sehingga saat ini yang sangat mendesak untuk dilakukan pemerintah bukan hanya pembentukan KPB, tetapi bagaimana memfasilitasi dan memperkuat petani dengan membentuk organisasi yang memiliki daya tawar tinggi. Organisasi petani tersebut, tidak hanya berkutat dalam bidang produksi, tetapi juga dalam trading house, sehingga ada integrasi antara upaya produksi dan trading oleh petani, bahkan hingga mampu melaksanakan ekspor sendiri.
Keuntungan mengorganisasikan petani lada dalam kelompok-kelompok yang solid merupakan suatu upaya untuk mengurangi biaya-biaya transaksi dalam memperoleh akses kepada pasar-pasar sarana produksi utama seperti pupuk dan obat-obatan dan juga pasar output lada. Keuntungan lainnya adalah untuk memperbaiki kekuatan tawar-menawar dan negoisasi dari petani lada yang berhadapan vis-à-vis dengan eksportir dan pedagang pengumpul yang memiliki organisasi yang solid dan permodalan yang kuat.
Di Bangka, petani hanya tergabung dalam kelompok-kelompok tani yang lemah dan cenderung merupakan alat penetrasi pemerintah dalam melaksanakan kegiatannya. Dengan menguasai pasar lada putih dunia, seharusnya sudah terbentuk organisasi petani yang dapat membantu memperbaiki kondisi petani yang kian terpuruk. Tetapi kenyataan berbicara lain, belum ada satupun organisasi petani yang dimaksud, bahkan tidak juga koperasi perkebunan. Babak baru pengorganisasian petani lada dimulai pada bulan Mei 2003, dengan dideklarasikannya pembentukan Asosiasi Masyarakat Lada Putih Indonesia (AMLAPI) yang mempunyai visi memberdayakan masyarakat lada putih Indonesia dengan mengembangkan hubungan harmonis antar stakeholders hingga mampu menumbuhkan kepastian dalam usahatani lada. Menyusul kemudian dibentuk juga organisasi Koperasi Masyarakat Lada Putih Indonesia (KOMLAPI). Koperasi ini diharapkan dapat menggantikan peran rantai tata niaga lada tradisional yang merugikan petani. Hingga saat ini belum bisa dinilai kinerja kedua organisasi petani tersebut, tetapi sepanjang organisasi ini tidak diintervensi pemerintah, melibatkan seluruh elemen masyarakat lada yang representatif, baik dalam finansial maupun organisatoris, serta terhindar dari sikap oportunistik dan rent seeking dari pengelolanya, maka petani dapat berharap banyak untuk perbaikan kesejahteraannya.
Dalam jangka panjang diharapkan organisasi masyarakat petani lada tersebut, tidak hanya berkutat dalam bidang pemasaran domestik tetapi juga dalam bidang produksi, sehingga ada integrasi antara upaya produksi dan trading oleh petani, bahkan hingga mampu melaksanakan ekspor sendiri. Dalam konteks mekanisme pasar, banyak bermunculannya organisasi-organisasi petani yang difasilitasi pemerintah dan yang langsung bergerak di bidang ekspor dapat membawa perbaikan bagi perubahan harga di tingkat petani. Hal ini disebabkan karena mekanisme pasar yang terbentuk kemudian akan menciptakan atau setidaknya mendorong pasar menuju kearah yang lebih kompetitif di mana terdapat banyak petani penjual dan eksportir sehingga antara keduanya tidak dapat mempengaruhi keadaan harga pasar. Pasar lada yang kompetitif juga akan; (1) memberikan informasi yang sangat berguna terutama tentang perubahan harga dan besarnya permintaan akan lada sehingga petani mempunyai pengetahuan yang baik tentang kondisi pasar, akibatnya eksportir tidak dapat bertindak sebagai price taker dan membeli lada dengan harga yang lebih rendah dari harga berlaku, (2) dapat menghapuskan pasar oligopsoni yang merugikan petani lada selama ini, (3) mengeliminir dominasi eksportir yang selama ini cenderung menyuarakan kepentingan Singapura dan (4) pada akhirnya persaingan harga antar organisasi eksportir, baik yang di fasilitasi pemerintah maupun yang pro Singapura ini dapat membawa perbaikan harga tingkat petani.
Artikel Lainnya
-
Gelora Membangun Negeri Selawang Segantang ( 11-12-2008 )
-
Daratan dan Lautan Menanti di Garap ( 11-12-2008 )
-
Bumi Selawang Segantang Terus Berpacu dalam Pembangunan ( 23-12-2008 )
-
Meraih Masa Depan di Agribisnis ( 23-12-2008 )
-
Semangat Bangka Tengah Berbuah Kemajuan ( 06-01-2009 )
-
Truk Uak Bedela ( 09-09-2008 )
-
Senja di Jembatan Kurau ( 10-09-2008 )
-
Kacang Pedang Dalam Kenangan ( 10-09-2008 )
-
Syamsul Pahlawan Airbara ( 29-09-2008 )
-
LSS ( 29-09-2008 )
-
PERMINTAAN DAN PENAWARAN LADA BANGKA DI PASAR DUNIA ( 06-09-2007 )
-
SAWIT, AKANKAH BERNASIB SEPERTI LADA? ( 06-09-2007 )
-
Masa Depan Lada Bangka Belitung ( 11-01-2008 )
-
KEBIJAKAN PERTAMBANGAN TIMAH (ANTARA DAS SEIN DAN DAS SOLLEN) ( 06-09-2007 )
-
Komoditas Pertanian yang Potensial untuk Dikembangkan di Bangka Belitung ( 19-12-2007 )
-
Harapan Petani Setia Lada di Bangka Belitung ( 14-02-2008 )
-
Pentingnya Organisasi Petani Lada di Bangka ( 19-06-2008 )
-
Implementasi E-Government Yang Berhasil Guna ( 06-09-2007 )
-
Teknologi Informasi Kabupaten Bangka Tengah ( 10-12-2007 )
-
Pembangunan Sistem Informasi Di Kantor Pemerintah ( 04-02-2008 )
-
Bertanam Cabe ( 17-09-2008 )
-
Peran Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) ( 16-01-2009 )